pada hari ini tnggal 27 september,saya mengikuti mata kuliah psikologi perkembangan anak yang diampu bu unita. mata kuliah pagi itu menyampaikan bahasan tentang perkembangan anak yang memiliki keterbatasan pada pendengaran dan penglihatan. pada bagian penjelasan alat bantu untuk anak yang memiliki keterbatasan penglihatan atau tuna netra,disebutkan (dan mungkin kita semua sudah familiar) alat bantunya berupa huruf braille yang bisa di gunakan untuk membaca dan menulis dengan cara meraba dan menusuk - nusuk,baru tadi saya tahu bila alat menulis dan membaca braille namanya jarum riglet. pada pelajaran itu saya kembali teringat,beberapa tahun yang lalu saya baru menyadari bila remot TV rumah saya ada huruf braillenya,pada saat itu saya bertanya - tanya kenapa harus ada huruf braille? kenapa tidak alfabet biasa dibuat timbul sehingga tidak ada perbedaan bagi tuna netra dan biasa. pertanyaan itu saya tanyakan pada bu unita di akhir pelajaran namun beliau belum tahu pasti apa penyebabnya,maka saya mencari tahu.
sejarahnya munculnya inspirasi untuk menciptakan huruf-huruf yang dapat dibaca oleh orang buta berawal dari seorang bekas perwira artileri Napoleon, Kapten Charles Barbier.
Barbier menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul
untuk memberikan pesan ataupun perintah kepada serdadunya dalam kondisi
gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian
kombinasi garis dan titik yang tersusun menjadi sebuah kalimat. Sistem
demikian kemudian dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan malam.
Demi menyesuaikan kebutuhan para tunanetra, Louis Braille mengadakan
uji coba garis dan titik timbul Barbier kepada beberapa kawan tunanetra.
Pada kenyataannya, jari-jari tangan mereka lebih peka terhadap titik
dibandingkan garis sehingga pada akhirnya huruf-huruf Braille hanya
menggunakan kombinasi antara titik dan ruang kosong atau spasi. Sistem
tulisan Braille pertama kali digunakan di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Paris, dalam rangka mengajar siswa-siswa tunanetra.
ternyata setelah mencari -cari di internet saya menemukan alasan kenapa tidak mencetak alfabet dengan cara timbul. Di tahun 1819, awal masa sekolahnya, Louis Braille yang bersekolah di The
Royal Institute of Blind Youth (sekolah khusus tunanetra di Paris) merasakan betapa sulitnya kegiatan membaca dan menulis bagi orang-orang
buta.
Meski berbagai usaha telah dilakukan untuk membuat para tunanetra bisa
membaca, misalnya dengan mencetak huruf-huruf dalam ukuran lebih besar
secara timbul, atau mengadopsi bahasa sandi militer (night writing) yang
berupa titik-titik timbul untuk digunakan para tunanetra, namun semua
itu dibuat tanpa lebih dahulu mempertimbangkan apakah metode ini mudah,
tepat dan dapat memenuhi kebutuhan para tunanetra akan membaca, menulis
serta kebutuhan akan buku.
Cara itu tidak hanya menyulitkan tunanetra saat membaca karena huruf
dicetak dalam ukuran besar, juga tidak memungkinkan tunanetra menulis.
Di samping itu, karena ukuran huruf yang besar-besar tersebut, biaya
pembuatan buku untuk tunanetra menjadi sangat mahal, akibatnya sekolah
tersebut hanya mampu menyediakan 14 buku untuk seratus orang murid-murid
yang belajar di sana.
pada saat itulah seorang perwira Kapten Charles Barbier,memperkenalkan sandi militer pada tuna netra di sekolah tersebut. namun sandri tersebut hanya berisi penrintah sederhana seperti 'serang' atau 'tembak'. ide tersebut diresponm cukup baik namun masih butuh penyempurnaan. Louis meneliti ulang dan mencari tahu bagaimana sandi titik tersebut bisa menjadi lebih mudah untuk digunakan membaca dan menulis sampai pada akhirnya di temukan huruf brailler yang sempurna seperti sekarang.
author : amadea nur tirtarinda
nim : 115120300111073